Pengamat Politik UISU: Pilkada Tergesa-gesa, Rakyat Sengsara
Reporter:
Pilkada Untuk Partai Politik dan Konglomerat
MEDAN-Pandemi covid19 dan segala efek yang ditimbulkannya kini membuat masyaraka sengsara. Jangankan memikirkan pilkada, masyarakat kini dihadapkan dengan persoalan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Secara terpisah, pengamat politik asal UISU, Samsul Bahri Pane, S.Sos, MAP, Anwar Sadat. S.Sos, M.Si, Zainuddin Nasution, S.Sos, MAP kemarin (11/6) mengungkapkan kekhawatirannya dengan pelaksanaan pilkada yang terkesan tergesa-gesa sedangkan rakyat sengsara karena terdampak pandemi covid19.
“Menurut saya pelaksanaan Pilkada serentak tahun ini belum memberikan kemanfaatan untuk rakyat karena rakyat masih dilanda depresi dan kesulitan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari,”ujar Anwar Sadat. Menurut staf pengajar Fisip UISU itu, bahwa dalam situasi normal saja penyelenggaraan pilkada masih bermasalah. Fakta terakhir memperlihatkan kepada publik bahwa berdasarkan Studi Komperatif pelaksanaan Pilkada di Sumatera Utara sebelumnya partisipasi masyarakat hanya sekitar 65 persen.”Belum lagi kasus kelelahana anggota KPPS yang sampai merenggut nyawa beberapa waktu lalu,”tegasnya. Untuk itu, ia berharap agar pemerintah, penyelenggara dan seluruh pemangku kepentingan harusnya lebih memikirkan program yang konkrit untuk masyarakat ditengah pandemi covid19 saat ini.
Terpisah, Samsul Bahri Pane yang juga dosen Fisip UISU menegaskan bahwa pelaksanaa pilkada selama ini jauh dari harapan sebagai proses demokrasi. “Pilkada cenderung didominisai kepentingan partai politik dan atau kepentingan konglomerat pemilik modal yang memiliki keinginan untuk menguasai,”ujarnya.
Dikatakannya, sudah menjadi rahasia umum bahwa penentuan calon yang diusung partai sarat dengan persoalan capital (modal) daripada kualitas calon. “Keberadaan calon independen juga tidak memberi arah bahwa pilkada menguntungkan kepentingan rakyat, sebab pencalonan lewat independen juga membutuhkan capital yang signifikan,”kata Samsul yang konsern terhadap persoalan pilkada ini. Sebab itu, menurut Samsul Bahri bahwa pelaksanaa Pilkada lebih didominasi kepentingan partai politik dan konglomerat dari pada kepentingan rakyat.
Masih menurut Samsul bahwa pilkada tak lebih sebagai alat untuk melegitimasi proses demokrasi untuk mengantarkan kepentingan elit politik dan konglomerat. “Siapa yang menikmati hasil Pilkada, lagi-lagi jawabannya adalah elit politik dan konglomerat,”ujarnya. Samsul menjelaskan, hendaknya pemerintah dan penyelenggara benar-benar menyadari makna proses demokrasi dalam konteks pilkada. “Kita sangat mengharapkan pilkada menjadi sebuah proses demokrasi yang berkualitas, pilkada sebagai proses Pendidikan politik, pilkada yang mempu menciptakan partisipasi masyarakat secara maksimal dan pilkada yang mampu menghasilkan pemimpin yang berkualitas sesuai harapan masyarakat,”tandasnya.
Sementara itu, Zainuddin Nasution yang juga Dekan Fisip UISU mengatakan bahwa tujuan hakikat pelaksanaan pilkada tidak akan pernah tercapai jika yang terjadi adalah oligarkhi dan kesewenang-wenangan partai politik yang memaksakan calon tanpa mempertimbangkan faktor kredibel dan diterima publik.
Sejatinya, kata dosen Ilmu Administrasi Negara itu, bahwa pilkada merupakan bagian dari tuntutan Undang-undang dalam rangka pergantian kepemimpinan sekaligus proses demokrasi untuk mendapatkan pemimpin yang memiliki legitimasi. Namun, menurutnya fakta di lapangan masih jauh dari harapan dan hakikat pelaksanaan pilkada itu sendiri. (***)